Cerita Dewasa Sex : Main Dengan Mbak Sum Tante Cantik
Cerita Dewasa , Cerita Panas Seru , Cerita sex Nikmat , Cerita tante girang, Cerita abg , Cerita Pemerkosaan, dan Kumpulan Cerita Dewasa Terbaru dari kami.
 |
http://cerita-terbaru.blogspot.com/2013/04/cerita-dewasa-sex-main-dengan-mbak-sum.html |
Umurku baru 28 tahun ketika diangkat jadi manager area sebuah perusahaan
consumer goods. Aku ditempatkan di Semarang dan diberi fasilitas rumah
kontrakan tipe 45. Setelah 2-3 minggu tinggal sendirian di rumah itu
lama-lama aku merasa capai juga karena harus melakukan pekerjaan rumah
tangga seperti nyapu, ngepel, cuci pakaian, cuci perabot, bersih-bersih
rumah tiap hari. Akhirnya kuputuskan cari pembantu rumah tangga yang
kugaji sendiri daripada aku sakit. Lewat sebuah biro tenaga kerja, sore
itu datanglah seorang wanita sekitar 35 tahunan, Sumiyati namanya,
berasal dari Wonogiri dan sudah punya dua anak yang tinggal bersama
ortunya di desa.
"Anaknya ditinggal dengan neneknya tidak apa-apa, Mbak?" tanyaku.
"Tidak, pak. Mereka kan sudah besar-besar, sudah SMP dan SD kelas 6," jawabnya.
"Lalu suami Mbak Sum dimana?"
"Sudah meninggal tiga tahun lalu karena tbc, pak."
"Ooo.. pernah kerja di mana saja, Mbak?"
"Ikut
rumah tangga, tapi berhenti karena saya tidak kuat harus kerja terus
dari pagi sampai malam, maklum keluarga itu anaknya banyak dan masih
kecil-kecil.. Kalau di sini kan katanya hanya bapak sendiri yang
tinggal, jadi pekerjaannya tidak berat sekali."
Dengan janji akan
kucoba dulu selama sebulan, jadilah Mbak Sum mulai kerja hari itu juga
dan tinggal bersamaku. Dia kuberi satu kamar, karena memang rumahku
hanya punya dua kamar. Tugas rutinnya, kalau pagi sebelum aku ke kantor
membersihkan kamarku dan menyiapkan sarapanku. Setelah aku ke kantor
barulah ruangan lain, nyuci, belanja, masak dst. Dia kubuatkan kunci
duplikat untuk keluar masuk rumah dan pagar depan. Setelah seminggu
tinggal bersama, kami bertambah akrab. Kalau di rumah dan tidak ada tamu
dia kusuruh memanggilku "Mas" bukan "bapak" karena usianya tua dia.
Beruntung
dia jujur dan pintar masak sehingga setiap pagi dan malam hari aku
dapat makan di rumah, tidak seperti dulu selalu jajan ke luar. Waktu
makan malam Mbak Sum biasanya juga kuajak makan semeja denganku.
Biasanya, selesai cuci piring dia nonton TV. Duduk di permadani yang
kugelar di depan pesawat. Kalau tidak ada kerjaan yang harus dilembur
aku pun ikut nonton TV. Aku suka nonton TV sambil tiduran di permadani,
sampai-sampai ketiduran dan seringkali dibangunkan Mbak Sum supaya
pindah ke kamar.
Suhu udara Semarang yang tinggi sering membuat
libidoku jadi cepat tinggi juga. Lebih lagi hanya tinggal berdua dengan
Mbak Sum dan setiap hari menatap liku-liku tubuh semoknya, terutama
kalau dia pakai daster di atas paha. (Kalau digambarkan bodynya sih
mirip-mirip Yenny Farida waktu jadi artis dulu). Maka lalu kupikir-pikir
rencana terbaik untuk bisa mendekap tubuhnya. Bisa saja sih aku tembak
langsung memperkosanya toh dia nggak bakal melawan majikan, tapi aku
bukan orang jenis itu. Menikmatinya perlahan-lahan tentu lebih memberi
kepuasan daripada langsung tembak dan cuma dapat nikmat sesaat.
"Mbak Sum bisa mijit nggak?" tanyaku ketika suatu malam kami nonton TV bareng.
Dia duduk dan aku tiduran di permadani.
"Kalau asal-asalan sih bisa, Mas," jawabnya lugu.
"Nggak
apa-apa, Mbak. Ini lho, punggungku kaku banget.. Seharian duduk terus
sampai nggak sempat makan siang. "Tolong dipijat ya, Mbak.." sambil aku
tengkurap.
Mbak Sum pun bersimpuh di sebelahku. Tangannya mulai
memijat punggungku tapi matanya tetap mengikuti sinetron di TV. Uuhh..
nikmatnya disentuh wanita ini. Mata kupejamkan, menikmati. Saat itu aku
sengaja tidak pakai CD (celana dalam) dan hanya pakai celana olahraga
longgar.
"Mijatnya sampai kaki ya, Mbak," pintaku ketika layar TV menayangkan iklan.
"Ya, Mas," lalu pijatan Mbak Sum mulai menuruni pinggangku, terus ke pantat.
"Tekan lebih keras, Mbak," pintaku lagi dan Mbak Sum pun menekan pantatku lebih keras.
Penisku
jadi tergencet ke permadani, nikmat, greng dan semakin.. berkembang.
Aku tak tahu apakah Mbak Sum merasakan kalau aku tak pakai CD atau
tidak. Tangannya terus meluncur ke pahaku, betis hingga telapak kaki.
Cukup lama juga, hampir 30 menit.
"Sudah capai belum, Mbak?"
"Belum, Mas."
"Kalau capai, sini gantian, Mbak kupijitin," usulku sambil bangkit duduk.
"Nggak usah, Mas."
"Nggak
apa-apa, Mbak. Sekarang gantian Mbak Sum tengkurap," setengah paksa dan
merajuk seperti anak-anak kutarik tangannya dan mendorong badannya
supaya telungkup.
"Ah, Mas ini, saya jadi malu.."
"Malu sama siapa, Mbak? Kan nggak ada orang lain?"
Agak
canggung dia telungkup dan langsung kutekan dan kupijit punggungnya
supaya lebih tiarap lagi. Kuremas-remas dan kupijit-pijit punggung dan
pinggangnya.
"Kurang keras nggak, Mbak?"
"Cukup, Mas.."
Sementara matanya sekarang sudah tidak lagi terlalu konsentrasi ke layar
kaca. Kadang merem melek. Tanganku mencapai pantatnya yang tertutup
daster. Kuremas, kutekan, kadang tanganku kusisipkan di antara pahanya
hingga dasternya mencetak pantat gempal itu. Kusengaja berlama-lama
mengolah pantatnya, toh dia diam saja.
"Pantat Mbak empuk lo.." godaku sambil sedikit kucubit.
"Ah, Mas ini bisa saja.. Mbak jadi malu ah, masak pembantu dipijitin juragannya.. Sudah ah, Mas.." pintanya.
Sambil berusaha berdiri.
"Sabar, Mbak, belum sampai ke bawah," kataku sambil mendorongnya balik ke permadani.
"Aku masih kuat kok."
Tanganku
bergerak ke arah pahanya. Meremas-remas mulai di atas lutut yang tidak
tertutup daster, lalu makin naik dan naik merambat ke balik dasternya.
Mbak Sum mula-mula diam namun ketika tanganku makin tinggi memasuki
dasternya ia jadi gelisah.
"Sudah, Mas.."
"Tenang saja, Mbak..
Biar capainya hilang," sahutku sambil menempelkan bagian depan celanaku
yang menonjol ke samping pahanya yang kanan sementara tanganku memijat
sisi kiri pahanya. Sengaja kutekankan "tonjolan"ku. Dan seolah tanpa
sengaja kadang-kadang kulingkarkan jari tangan ke salah satu pahanya
lalu kudorong ke atas hingga menyentuh bawah vaginanya. Tentu saja
gerakanku masih di luar dasternya supaya ia tidak menolak. Ingin kulihat
reaksinya. Dan yang terdengar hanya eh.. eh.. eh.. tiap kali tanganku
mendorong ke atas.
"Sekarang balik, Mbak, biar depannya kupijat sekalian.."
"Cukup, Mas, nanti capai.."
"Nggak apa-apa, Mbak, nanti gantian Mbak Sum mijit aku lagi.."
Kudorong
balik tubuhnya sampai telentang. Daster di bagian pahanya agak
terangkat naik. Mula-mula betisnya kupijat lagi lalu tanganku merayap ke
arah pahanya. Naik dan terus naik dan dasternya kusibak sedikit sedikit
sampai kelihatan CD-nya.
"Mbak Sum pakai celana item ya?" gurauku sampai dia malu-malu.
"Saya jadi malu, Mas, kelihatan celananya.." sambil tangannya berusaha menurunkan dasternya lagi.
"Alaa..
yang penting kan nggak kelihatan isinya to, Mbak.." godaku lagi sambil
menahan tangannya dan mengelus gundukan CD-nya dan membuat Mbak Sum
menggelinjang.
Tangannya berusaha menepis tanganku. Melihat
reaksinya yang tidak terlalu menolak, aku tambah berani. Dasternya makin
kusingkap sehingga kedua pahanya yang besar mengkal terpampang di
depanku. Namun aku tidak terburu nafsu. Kusibakkan kedua belah paha itu
ke kiri-kanan lalu aku duduk di sela-selanya. Kupijat-pijat pangkal paha
sekitar selangkangannya sambil sesekali jariku nakal menelusupi CD-nya.
"Egh.. egh.. sudah Mas, nanti keterusan.." tolaknya lemah.
Tangannya
berusaha menahan tanganku, tapi tubuhnya tak menunjukkan reaksi menolak
malah tergial-gial setiap kali menanggapi pijitanku.
"Keterusan
gimana, Mbak?" tanyaku pura-pura bodoh sambil memajukan posisi dudukku
sehingga penisku hampir menyentuh CD-nya. Dia diam saja sambil tetap
memegangi tanganku supaya tidak keterusan.
"Ya deh, sekarang perutnya ya, Mbak.."
Tanganku
meluncur ke arah perutnya sambil membungkuk di antara pahanya. Sambil
memijat dan mengelus-elus perutnya, otomatis zakarku (yang masih
terbungkus celana) menekan CD-nya. Merasa ada tekanan di CD-nya Mbak Sum
segera bangun.
"Jangan Mas.. nanti keterusan.. Tidak baik.." lalu memegang tanganku dan setengah menariknya.
Kontan
tubuhku malah tertarik maju dan menimpanya. Posisi zakarku tetap
menekan selangkangannya sedang wajah kami berhadap-hadapan sampai
hembusan nafasnya terasa.
"Jangan, Mas.. jangan.." pintanya lemah.
"Cuma begini saja, nggak apa-apa kan Mbak?" ujarku sambil mengecup pipinya.
"Aku
janji, Mbak, kita hanya akan begini saja dan tidak sampai copot
celana," sambil kupandang matanya dan pelan kugeser bibirku menuju ke
bibirnya.
Dia melengos tapi ketika kepalanya kupegangi dengan dua
tangan jadi terdiam. Begitu pula ketika lidahku menelusuri
relung-relung mulutnya dan bibir kami berciuman. Sesaat kemudian dia pun
mulai merespons dengan hisapan-hisapannya pada lidah dan bibirku.
Targetku
hari itu memang belum akan menyetubuhi Mbak Sum sampai telanjang.
Karena itulah kami selanjutnya hanya berciuman dan berpelukan erat-erat,
kutekan-tekankan pantatku. Bergulingan liar di atas permadani.
Kuremas-remas payudaranya yang montok mengkal di balik daster. Entah
berapa jam kami begituan terus sampai akhirnya kantuk menyerang dan kami
tertidur di permadani sampai pagi. Dan ketika bangun Mbak Sum jadi
tersipu-sipu.
"Maaf ya, Mas," bisiknya sambil memberesi diri.
Tapi tangannya kutarik sampai ia jatuh ke pelukanku lagi.
"Nggak apa-apa, Mbak. Aku suka kok tidur sambil pelukan kayak tadi. Tiap malam juga boleh kok.." candaku.
Mbak Sum melengos ketika melihat tonjolan besar di celanaku.
Sejak
saat itu hubunganku dengan Mbak Sum semakin hangat saja. Aku bebas
memeluk dan menciumnya kapan saja. Bagai istri sendiri. Dan terutama
waktu tidur, kami jadi lebih suka tidur berdua. Entah di kamarku, di
kamarnya atau di atas permadani. Sengaja selama ini aku menahan diri
untuk tidak memaksanya telanjang total dan berhubungan kelamin. Dengan
berlama-lama menahan diri ini lebih indah dan nikmat rasanya, sama
seperti kalau kita menyimpan makanan terenak untuk disantap paling
akhir.
Hingga suatu malam di ranjangku yang besar kami saling
berpelukan. Aku bertelanjang dada dan Mbak Sum pakai daster. Masih
sekitar jam 9 waktu itu dan kami terus asyik berciuman, berpagutan,
berpelukan erat-erat saling raba, pijat, remas. Kuselusupkan tanganku di
bawah dasternya lalu menariknya ke atas. Terus ke atas hingga pahanya
menganga, perutnya terbuka dan akhirnya beha putihnya nampak menantang.
Tanpa bicara dasternya terus kulepas lewat kepalanya.
"Jangan, Mas.." Mbak Sum menolak.
"Nggak apa-apa, Mbak, cuma dasternya kan.." rayuku.
Dia
jadi melepaskan tanganku. Juga diam saja ketika aku terang-terangan
membuka celana luarku hingga kami sekarang tinggal berpakaian dalam.
Kembali tubuh gempal janda montok itu kugeluti, kuhisap-hisap puncak
branya yang nampak kekecilan menampung teteknya. Mbak Sum mendesis-desis
sambil meremasi rambut kepalaku dan menggapitkan pahanya kuat-kuat ke
pahaku.
"Mbak Sum pingin kita telanjang?" tanyaku.
"Jangan, Mas. Pingin sih pingin.. tapi.. gimana ya.."
"Sudah berapa lama Mbak Sum tidak ngeseks?"
"Ya sejak suami Mbak meninggal.. kira-kira tiga tahun.."
"Pasti Mbak jadi sering masturbasi ya?"
"Kadang-kadang kalau sudah nggak tahan, Mas.."
"Kalau main dengan pria lain?"
"Belum pernah, Mas.."
"Masak sih, Mbak? masak nggak ada yang mau?"
"Bukan begitu, tapi aku yang nggak mau, Mas.."
"Kalau sama aku kok mau sih, Mbak?" godaku lagi.
"Ah, kan Mas yang mulai.. dan lagi, kita kan nggak sampai anu.."
"Anu apa, Mbak?"
"Ya itu.. telanjang gitu.."
"Sekarang kita telanjang ya, Mbak.."
"Eee.. kalau hamil gimana, Mas?"
"Aku pakai kondom deh.."
"Ng.. tapi itu kan dosa, Mas?"
"Kalau yang sekarang ini dosa nggak, Mbak?" tanyaku mentesnya.
"Eee.. sedikit, Mas," jawabnya bingung.
Aku
tersenyum mendengar jawaban mengambang itu dan kembali memeluk
erat-erat tubuh sekalnya yang menggemaskan. Kuremas dan kucium-cium
pembungkus teteknya. Ia memeluk punggungku lebih erat. Kuraba-raba
belakang punggungnya mencari lalu melepas kaitan branya.
"Ja..jangan, Mas.." Bisiknya tanpa reaksi menolak dan kulanjutkan gerakanku.
Mbak
Sum hanya melenguh kecil ketika branya kutarik dan kulemparkan entah
kemana. Dua buah semangka segar itu langsung kukemut-kemut putingnya.
Kuhisap, kumasukkan mulut sebesar-besarnya, kugelegak, sambil kulepas
CD-ku. Mbak Sum terus mendesis-desis dan bergetar-getar tubuhnya. Kami
bergumul berguling-guling. Kutekan-tekan selangkangannya dengan zakarku.
"Gimana, Mbak.. sudah siap kuperawani?" tanganku menjangkau CD-nya dan hendak melepasnya.
"Jangan, Mas. Kalau hamil gimana?"
"Ya ditunggu saja sampai lahir to, Mbak.." gurauku sambil berusaha menarik lepas CD-nya.
Mbak
Sum berusaha memegangi CD-nya tapi seranganku di bagian atas tubuhnya
membuatnya geli dan tangannya jadi lengah. Cd-nya pun merosot melewati
pantatnya.
"Kalau hamil, siapa yang ngurus bayinya?"
"Ya, Mbak lah, kan itu anakmu.. tugasku kan cuma bikin anak, bukan ngurusi anak.." godaku terus.
"Dasar,
mau enaknya sendiri.." Mbak Sum memukulku pelan, tangannya berusaha
menjangkau CD dari bawah pahanya tapi kalah cepat dengan gerakanku
melepas CD itu dari kakinya.
Buru-buru kukangkangkan pahanya
lalu kubenamkan lidahku ke situ. Slep.. slep.. slep.. Mbak Sum melenguh
dan menggeliat lagi sambil meremasi kepalaku. Nampak dia berada dalam
kenikmatan. Beberapa menit kemudian, aku memutar posisi tubuhku sampai
batang zakarku tepat di mulutnya sementara lidahku tetap beroperasi di
vulvanya. Dengan agak canggung-canggung dia mulai menjilati, mengulum
dan menghisapnya. Vulvanya mulai basah, zakarku menegang panjang.
Eksplorasi dengan lidah kuteruskan sementara tanganku memijit-mijit
sekitar selangkangan hingga anusnya.
"Agh.. agh.. Maas.. ak.. aku.."
Mbak
Sum tak mampu bersuara lagi, hanya pantatnya terasa kejang
berkejat-kejat dan mengalirlah cairan maninya mengaliri mulutku.
Kugelegak sampai habis cairan bening itu.
"Isap anuku lebih keras, Mbak!" perintahku ketika kurasakan maniku juga sudah di ujung zakar.
Dan
benar saja, begitu diisap lebih keras sebentar kemudian spermaku
menyembur masuk ke kerongkongan Mbak Sum yang buru-buru melepasnya
sampai mulutnya tersedak berlepotan sperma. Kami pun terjelepak
kelelahan. Kuputar tubuhku lagi dan malam itu kami tidur telanjang
berpelukan untuk pertama kalinya. Tapi zakarku tetap tidak memerawani
vaginanya. Aku masih ingin menyimpan "makanan terenak" itu berlama-lama.
Selanjutnya
kegiatan oral seks jadi kegemaran kami setiap hari. Entah pagi, siang
maupun malam bila salah satu dari kami (biasanya aku yang berinisiatif)
ingin bersetubuh ya langsung saja tancap. Entah itu di kamar, sambil
mandi bersama atau bergulingan di permadani. Tiap hari kami mandi
keramas dan entah berapa banyak bercak mani di permadani. Selama itu aku
masih bertahan dan paling banter hanya memasukkan kepala zakarku ke
vaginanya lalu kutarik lagi.
Batangnya tidak sampai masuk meski
kadang Mbak Sum sudah ingin sekali dan menekan-nekan pantatku. "Kok
nggak jadi masuk, Mas?" tanyanya suatu hari.
"Apa Mbak siap hamil?" balikku.
"Kan aku bisa minum pil kabe to Mas.."
"Bener nih Mbak rela?" jawabku menggodanya sambil memasukkan lagi kepala zakarku ke memeknya yang sudah basah kuyup.
"Heeh, Mas," dia mengangguk.
"Mbak nggak merasa bersalah sama suami?"
"Kan sudah meninggal, Mas."
"Sama anak-anak?"
Ia terdiam sesaat, lalu jawabnya lirih, "A.a.. aku kan juga masih butuh seks, Mas.."
"Mana yang Mbak butuhkan, seks atau suami?" tanyaku terus ingin tahu isi hatinya.
Kuangkat lagi kepala zakarku dari mulut memeknya lalu kusisipkan saja di sela-sela pahanya.
"Pinginnya
sih suami, Mas.. tapi kalo Mas jadi suamiku kan nggak mungkin to.. Aku
ini kan cuma orang desa dan pembantu.." jawabnya jujur.
"Jadi, kalau
sama aku cuma butuh seksnya aja ya Mbak? Mbak cuma butuh nikmatnya kan?
Mbak Sum pingin bisa orgasme tiap hari kan?"
Mbak Sum tersipu.
Tidak menjawab malah memegang kepalaku dan menyosor bibirku dengan
bibirnya. Kami kembali berpagutan dan bergulingan. Zakar besar tegangku
terjepit di sela pahanya lalu cepat-cepat aku berbalik tubuh dan
memasukkan ke mulutnya. Otomatis Mbak Sum menghisap kuat-kuat zakarku
sama seperti aku yang segera mengobok-obok vaginanya dengan tiga jari
dan lidahku. Sejenak kemudian kembali kami orgasme dan ejakulasi hampir
bersamaan. Yah, bisakah pembaca bersetubuh seperti kami? Saling memuasi
tanpa memasukkan zakar ke vagina.
Hubungan nikmat ini terus
berlangsung hingga suatu sore sepulangku kerja Mbak Sum memberiku
sekaplet pil kabe dan sekotak kondom kepadaku.
"Sekarang terserah Mas, mau pakai yang mana? Mbak sudah siap.." tantangnya.
Aku jadi membayangkan penisku memompa vaginanya yang menggunduk itu.
"Mbak benar-benar ikhlas?" tanyaku.
"Lha memang selama ini apa Mas? Saya kan sudah pasrah diapakan saja sama Mas."
"Mbak
tidak kuatir meskipun aku nggak bakalan jadi suami Mbak?" lanjutku
sambil berjaga-jaga untuk menghindari resiko bila terjadi sesuatu di
belakang hari.
"Saya sudah ikhlas lega lila, mau dikawini saja tiap
hari atau dinikahi sekalian terserah Mas saja. Saya benar-benar tidak
ada pamrih apa-apa di belakang nanti.. Saya hanya ingin kita berhubungan
seks dengan maksimal.. tidak setengah-setengah seperti sekarang ini.."
Haah,
ternyata Mbak Sum pun jadi berkobar nafsu syahwatnya setelah
berhubungan seks denganku secara khusus selama ini. Ternyata wanita ini
memendam hasrat seksual yang besar juga. Sampai rela mengorbankan harga
dirinya. Aku jadi tak tega, tapi sekaligus senang karena tidak bakal
menanggung resiko apapun dalam berhubungan seks dengan dia. Aku selama
ini kan memang hanya mengejar nafsu dan nampaknya Mbak Sum pun terbawa
iramaku itu.
Ya, seks hanya untuk kesenangan nafsu dan tubuh.
Tanpa rasa cinta. Tidak perlu ada ketakutan terhadap resiko harus
menikahi, punya anak dsb. Kapan lagi aku dapat prt sekaligus pemuas
nafsu dengan tarif semurah ini (gajinya sebulan 150 ribu rupiah kadang
kutambah 50 atau 100 ribu kalau ada rejeki lebih). Bandingkan biayanya
bila aku harus cari wanita penghibur setiap hari. Dan kayaknya yang
seperti inilah yang disukai para pria pengobral zakar dan mungkin
sebagian besar pembaca pusatceritadewasa inipun termasuk di dalamnya.
Mau nikmatnya, nggak mau pahitnya. Begitu, kan? Ngaku ajalah, nggak usah
cengar-cengir kayak monyet gitu. Soal seks kita sama dan sebangun kok.
He he he..
"Sekarang aku mau mandi dulu, Mbak. Urusan itu pikirin
nanti saja," jawabku sambil melepas pakaian dan jalan ke kamar mandi
bertelanjang.
Kutarik tangan Mbak Sum untuk menemaniku mandi.
Pakaiannya pun sudah kulepasi sebelum kami sampai ke pintu kamar mandi.
Hal seperti ini sudah biasa kami lakukan. Saling menggosok dan
memandikan sambil membangkitkan nafsu-nafsu erotis kami. Dan acara mandi
bersama selalu berakhir dengan tumpahnya sperma dan mani kami
bersama-sama karena saling isep.
Dan godaan untuk bermain seks
dengan tuntas semakin besar setelah ada pil kabe dan kondom yang dibeli
Mbak Sum. Esok malamnya eksperimen itu akan kami mulai dengan kondom
lebih dulu. Soalnya aku takut kalau ada efek samping bila Mbak Sum minum
pil kabe. Kata orang kalau nggak cocok malah bikin kering rahim. Kan
kasihan kalau orang semontok Mbak Sum rahimnya kering. Malam itu seusai
makan malam dan nonton TV sampai jam sembilan, kami mulai bergulingan di
permadani. Satu persatu penutup tubuh kami bertebaran di lantai.
Putingya kupelintir dan sebelah lagi kukemut dan kugigit-gigit kecil
sementara tangan kananku menggosok-gosok pintu memek Mbak Sum sampai dia
mengerang-erang mau orgasme.
"Sekarang pakai ya, Mas," bisiknya sambil menggenggam kencang zakarku yang tegang memanjang.
"Heeh," jawabku lalu dia menjangkau sebungkus kondom yang sudah kamu sediakan di sebelah TV.
Disobeknya lalu karet tipis berminyak itu pelan-pelan disarungkannya ke penisku. Mbak Sum nampak hati-hati sekali.
"Wah, jadi gak bisa diisep Mbak nih," kataku.
"Kan yang ngisep ganti mulut bawah, Mas.." Guraunya membuatku tersenyum sambil terus meremas-remas teteknya.
Sleeb.. lalu karet tipis itupun digulungnya turun sampai menutupi seluruh batangku.
"Sudah, Mas," katanya sambil menelentangkan tubuh dan mengangkan pahanya lebar-lebar.
Perlahan aku mengangkanginya.
"Sekarang ya, Mbak," bisikku sambil memeluknya mesra.
Mbak
Sum memejamkan mata. Perlahan zakarku dipegang, diarahkan ke lobang
nikmatnya. Kuoser-oser sebentar di depan pintunya barulah kudesakkan
masuk. Masuk separuh. Mbak Sum melenguh..
"Sakit Mbak?"
"Sedikit.."
Kuhentikan
sebentar lalu kudorong lagi pelan-pelan dan dia mulai melepasnya.
Bless.. slep.. kugerakkan pantatku maju-mundur naik-turun. Matanya merem
melek, tangan kami berpelukan, tetek tergencet dadaku, bibir kami
saling kulum. Kugenjot terus, kupompa, kubajak, kucangkul, kumasuki,
kubenamkan, dalam dan semakin dalam, gencar, cepat dan kencang. Sampai
akhirnya gerakkanku terhambat ketika mendadak Mbak Sum memelukkan
pahanya erat-erat ke pahaku.
"Akk.. aku sampai Mas.. egh.. egh.."
Dan
seerr.. terasa cairan hangat menerpa zakarku. Kuhentikan gerakanku, dan
hanya membenamkannya dalam-dalam. Menekan dan menekan masuk. Rasanya
agak kurang enak karena batangku terbungkus karet tipis itu.
Kubiarkan
Mbak Sum istirahat sejenak sebelum aku mulai memompanya lagi
bertubi-tubi sambil kueksplorasi bagian sensitif tubuhnya hingga dia
kembali terangsang.
"Mbak pingin keluar lagi?" tanyaku.
"Kk.. kalau bisa, Mas.. keluar sama-sama.." ajaknya sambil mulai menggoyang dan memutar-mutar bokongnya.
Aku
merasakan nikmat yang belum pernah kurasakan. Soalnya kan baru pertama
kali ini zakarku menancapi lubangnya. Ternyata hebat juga goyangannya.
Goyang ngebornya Inul, ngecornya Denada atau ngedennya Camelia Malik
kalah jauh deh.. soalnya mana mungkin aku ngrasain vagina mereka kan?
Dan kenikmatan itu semakin terasa diujung batangku. Gerakan pompaku
semakin cepat dan cepat.
"Mbak.. hh.. hh.. hh.." dengus nafasku terus memacu gerak maju mundur pantatku.
Sementara dengan tak kalah brutalnya Mbak Sum melakukan yang sama dari bawah.
"Ak.. aku sudah mau Mbak.." pelukku ketat ke tubuhnya.
Kutindih,
kuhunjamkan dalam-dalam, kuhentakkan ketika sperma keluar dari ujung
batangku. Yang pasti Mbak Sum tak bakalan merasakan semburannya karena
toh sudah tertampung di ujung kondom. Sejenak kemudian Mbak Sum pun
meregang dan berkejat-kejat beberapa kali sambil membeliak-beliak
matanya. Dia orgasme lagi. Tubuhnya tetap kutelungkupi. Nafas kami
memburu. Mata kami terpejam kecapaian. "Puas, Mbak?" bisikku sambil
mengulum telinganya.
Dia mengangguk kecil. Kami kembali tidur
berpelukan. Mungkin dia tengah membayangkan tidur dengan suaminya.
(Sementara aku tidak membayangkan apapun kecuali sesosok daging mentah
kenyal yang siap kugenjot setiap saat). Hehehe.. kasihan Mbak Sum kalau
dia tahu otak mesumku. Tapi kenapa mesti dikasihani kalau dia juga
menikmati? Ya kan? Ya kan? Aku sering bertanya-tanya: Bila seorang
wanita orgasme ketika dia diperkosa, apakah itu bisa disebut perkosaan?
Siapa bisa jawab?
Sambil menunggu jawab Anda, aku dan Mbak Sum
terus mereguk kepuasan dengan pakai kondom. Sayangnya satu kondom hanya
bisa dipakai satu kali main. Kalau lebih dikuatirkan bocor. Makanya
hanya dalam sehari itu kondom satu dus habislah sudah. Anda bisa hitung
sendiri berapa kali aku ejakulasi.
Esoknya, "Mbak, kondomnya habis, mau pakai pil?" tanyaku.
"Boleh," jawabnya santai.
Dan
malam itu mulailah ia minum pil sesuai jadwal dan hasilnya.. ternyata
kami lebih puas karena tidak ada lagi selaput karet tipis yang menahan
semburan spermaku memasuki gua garba Mbak Sum.
"Mas.. Mas..
semprot terus Mas, enak banget.." serunya ketika aku ejakulasi sambil
berkejat-kejat diatas pahanya belasan kali menghunjamkan zakar yang
menyemprot puluhan kali.
Dari cret, crit, crut, crat sampai crot crot
crot lalu cret cret cret lagi!! Soal rahim kering sudah tak kupikir
lagi. Biar saja mau kering mau basah wong yang melakukan manggut-manggut
saja tuh. Yah, dalam semalam minimal kami pasti sampai tiga kali
orgasme dan ejakulasi. Sedangkan pagi atau siang tidak selalu kami
lakukan. Kami bagaikan sepasang maniak seks. Ditambah vCD-vCD triple-x
yang kutontonkan padanya, Mbak Sum jadi semakin ahli mengolah
persetubuhan kami jadi kenikmatan tiada tara.
Anda mau coba?
Jangan ah, Mbak Sum kan milikku seorang. Kalau nanti aku dipindah tugas
ke kota lain mungkin ia akan kubawa. Kalau tidak mau, ya aku akan cari
Mbak Sum-Mbak Sum mesum yang lain. Pasti ada deh, namanya juga
kenikmatan dunia. Siapa yang nolak sih? Hehehe.. Eh, Anda sudah jawab
pertanyaanku di atas belum? Kalau sudah, kirim dong ke emailku. Yang
jawabannya memuaskan akan kuberikan Mbak Sum sebagai hadiah (..tapi
nanti kalau aku sudah bosan main seks dengan dia lo.. hehehe..)
E N D
Cerita Dewasa Sex : Main Dengan Mbak Sum Tante Cantik